Rabu, 27 April 2016

Pengalaman Navigasi Menggunakan Aplikasi GPS pada Ponsel Android

Sudah dari dulu aplikasi GPS pada ponsel Android sudah di install. Namun baru beberapa tahun kemudian aplikasi GPS tersebut baru digunakan untuk navigasi saat pergi ke luar kota, yang kemudian juga digunakan pada saat gowes. Berikut beberapa pengalaman navigasi menggunakan aplikasi GPS pada ponsel Android.

Pengalaman pertama, saya menggunakan aplikasi GPS bernama NDrive. Aplikasi NDrive ini merupakan salah satu aplikasi navigasi menggunakan GPS offline alias menggunakan satelit tanpa perlu koneksi internet. Tentu saja waktu install aplikasi ini tidak ada peta Indonesia. Peta Indonesia untuk NDrive diunduh secara terpisah. Waktu itu peta digunakan untuk navigasi dari Semarang ke Jogja menggunakan mobil. Gadget Android yang digunakan adalah tablet buatan Cina yang murah meriah. Meskin pernah beberapa kali melakukan perjalanan Semarang - Jogja - Solo - Semarang, namun waktu itu nggak pede sehingga butuh bantuan GPS untuk navigasi. Secara umum aplikasi ini lumayan baik untuk navigasi. Pada saat proses mengunci satelit (satellites locking) butuh waktu yang cukup lama, mungkin karena gadget-nya. Namun setelah mengunci dan masuk ke dalam mobil, penguncian tidak lepas. Fitur lain dari NDrive adalah voice guide. Voice guide ini membantu saya untuk navigasi, biar pun waktu itu menggunakan bahasa Inggris. Jika kita keluar dari jalur yang disarankan oleh NDrive, di tampilan akan muncul garis lurus putus-putus yang menunjukkan arah jalur yang disarankan, sehingga saya tahu posisi saya di mananya jalur yang disarankan. Secara umum pemakaian NDrive cukup mudah buat pemula.


Tampilan NDrive

Pengalaman berikutnya navigasi menggunakan aplikasi navigasi GPS bernama Navitel untuk ponsel Android. Rute yang dilalui adalah Jakarta - Semarang - Temanggung - Jogja - Madiun - Semarang - Jakarta. Gadget yang digunakan adalah ponsel pintar Android bukan tablet lagi. Saya ganti aplikasi dari NDrive ke Navitel, alasannya adalah "katanya peta Navitel lebih lengkap dari pada NDrive" Sebenarnya sih kalau kita melalui jalur-jalur atau jalan-jalan utama, antara NDrive dan Navitel, petanya sama saja, kecuali kalau kita mau blusukan atau cari jalan alternatif. Secara kesuluruhan menggunakan Navitel cukup mudah dan membantu. Namun adalah beberapa hal yang sangat disayangkan (menurut saya) yaitu kalau kita keluar dari jalur yang disarankan, tidak ada garis penunjuka posisi kita terhadap jalur yang disarankan. Dengan kata lain, kita kita tahu seberapa jauh dari jalur yang seharusnya. Oh iya, kenapa saya keluar dari jalur yang disarankan oleh aplikasi antara lain; mencoba melewati jalur alternatif untuk menghindari melewati jalan dalam kota yang nota bene lebih ramai dan butuh waktu yang lama. Selain itu, jalur dipindahkan karena ada perbaikan jalan atau ada acara sehingga jalan ditutup. Satu hal yang menurut saya mengganggu adalah, jika saya ingin menuju suatu alamat, saya harus memasukkan nama kabupaten, nama kecamatan, nama kelurahan, padahal saya tidak tahu nama-nama itu, tahunya cuma nama jalan. Hasl tersebut tidak ditemukan waktu menggunakan NDrive. Di daerah Sangiran (kalau tidak salah), Navitel menyarankan melewati suatu jalan, namun jalan itu tidak ada! namun berupa kebun tebu! Hal lain yang jarang saya alami waktu menggunakan NDrive adalah pada Navitel sering melakukan rerouting. Re-routing adalah proses kalkulasi ulang GPS untuk menentukan rute atau jalur baru yang akan dilalui oleh kita. Re-reouting dapat terjadi karena; penguncian satelit lepas karena tidak ada sinyal satelit; atau kita tidak melewati jalur atau rute yang disarankan oleh aplikasi GPS.

Tampilan Navitel


Pengalaman lain masih mengggunakan aplikasi navigasi GPS Navitel adalah rute Jakarta - Bandung. Waktu itu saya menggunakan Navitel karena saya tidak paham jalanan di kota Bandung. Dengan berbekal alamat tujuan, saya pasrahkan navigasi sepenuhnya kepada Navitel. Alhamdulillah, waktu berangkat tidak ada masalah, sampai di tempat tujuan dengan lancar. Nah, waktu pulangnya nih... saya tidak melalui rute yang sama waktu berangkat karena teman-teman ingin cari oleh-oleh dahulu. Oke lah, aplikasi GPS Navitel diset ke suatu jalan yang katanya banyak oleh-oleh yang dicari. Menuju sasaran sih nggak masalah, yang bikin sebel ternyata oleh-oleh yang dicari nggak dapet! huff... Akhirnya dengan tangan hampa, sudah larut malam dan lelah, pulang ke Jakarta, dan Navitel diset untuk menunjukkan jalan pulang ke Jakarta. Setelah beberapa saat melalui rute yang disarankan oleh navitel, tiba-tiba di depan ada rambu verboden! padahal jalan itu yang disarankan oleh Navitel!! Dengan santai saya belokkan mobil ke arah lain dan Navitel melakukan re-routing. Mengikuti rute hasil re-routing, sekonyong-konyong saya berada di tengah-tengah kompleks perumahan yang sepi dan tiba-tiba jalanan menyempit. Mobil saya hentikan dan saya ragu. Teman-teman yang mengandalkan saya, akhirnya menyarankan untuk putar balik. Saya pun mengikuti saran teman-teman. Setelah putar balik dan jauh dari wilayah tadi, kembali menggunakan GPS setalah re-routing). Lumayan ada waktu yang terbuang.

Pengalaman berikutnya, masih rute Jakarta - Bandung. Berdasarkan pengalaman ke Bandung sebelumnya menggunakan Navitel, akhirnya saya putuskan menggunakan Google Maps untuk navigasi. Google Maps memiliki fitur navigasi yang oleh Google Maps disebut "Petunjuk Arah". Google Maps sempat saya gunakan untuk navigasi waktu di Bandung, dari penginapan ke tempat acara. Kali ini Jakarta - Bandung (Hotel Trans) menggunakan Google Maps. Google Maps menurut saya jika digunakan untuk navigasi, akan menggunakan dua sistem, yaitu GPS offline (satelit) dan GPS online (operator seluler [internet]). Yang saya suka adalah penguncian satelit lebih cepat dari pada NDrive maupun Navitel, karena dibantu oleh operator seluler (posisi kita ditentukan dari hasil triangulasi BTS-BTS milik operator seluler. Baca : nyedot pulsa). Untung saya pakai paket internet, sehingga pulsa tidak banyak tersedot! Menggunakan Google Maps untuk navigasi lebih mudah dan nyaman dari pada NDrive maupun Navitel. Selain petanya lebih lengkap, Google Maps juga menampilkan kondisi lalu lintas, lancar, ramai, atau macet. Jika lalu lintas lancar maka tidak ada perubahan warna jalan (putih), jika ramai, maka ruas jalan yang ramai akan berwarna kuning, jika macet akan berwarna merah. Ternyata fitur ini dari dapat dari para pengguna aplikasi Waze (Google telah membeli Waze. Waze adalah aplikasi navigasi juga berbasis komunitas, di mana para penggunanya dapat meng-update "status" saat berkendara). Salah satu proses default dari Google Maps adalah, Google Maps akan memilih rute yang tersingkat / terpendek dan tercepat (tidak macet). Hal ini menyenangkan tapi juga dapat membuat galau. Bagaimana tidak, waktu itu Google Maps menyarankan melalui suatu jalan, yang lebarnya pas satu mobil, dan padat penduduk, OMG! Saya tidak berani lewat, saya putuskan melalui jalan lain, biarkan Google Maps re-routing! Proses re-routing Google Maps terbilang lama dibandingkan Navitel. Mungkin karena pakai saluran internet untuk melakukan re-routing (peta yang ada di Google Map online lho...! sedangkan peta yang ada di NDrive dan Navitel ada di dalam gadget atau ponsel kita sendiri) Hal ini membuat saya harus melambatkan kendaraan sambil menunggu re-routing Google Maps selesai. Keliling Bandung menggunakan Google Maps hampir tidak ada masalah selama kita mengikuti rute yang disarankan hehehe

Sekian